Setiap Pekataan Adalah Doa
Sebuah kisah nyata inspiratif
Cerita ini diawali ketika saya menduduki kelas 3 Mts di sebuah
Pondok Pesantren di tengah Jakarta, orangpun pasti tidak akan asing dengan nama
Darunnajah, ya itulah Pondok Pesanren saya.
Terletak di pusat kota, tidaklah berarti kami selaku santri dari
Pondok Pesantren kehilangan nilai-nilai spiritual. Layaknya seperti
Pesantren-pesantren yang ada di tanah Jawa, kegiatan kami bersekolah, mengkaji
berbagai kitab, pengajian, wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris, yaa sama
seperti kegiatan Pesantren-pesantren yang lain.
Khutbatul Arsy adalah sebuah
kegiatan akbar tahunan di Darunnajah untuk menyambut datangnya
santriwan-santriwati baru. Isi daripada acara ini adalah kami mendengarkan
pidato dari pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren tentang riwayat Darunnajah,
apa saja kegiatannnya, dan bagaimana sistem pendidikannya. Acara tersebut
berlangsung selama tiga hari. Satu hal yang harus diketahui adalah Darunnajah
merupakan Pondok Pesantren yang menerima laki-laki dan perempuan untuk
‘nyantren’ disini, akan tetapi kami memiliki keseharian yang sangat terpisah
dan berbeda, termasuk yang laki-laki tidak sekelas dengan perempuan dan kamipun
tidak melakukan kegiatan bersama-sama. Salah satu alasan daripada khutbatul
arsy ini dikatakan acara akbar (paling besar) karena dalam acara ini santri
putra dan putri dikumpulkan dalam satu tempat dan hanya dipisahkan oleh sebuah
hijab, kamipun sama-sama mendengarkan dan menyimak pidato dari pimpinan dan
lembaga-lembaga pondok terkait.
Walaupun dikatakan bahwa acara ini
untuk menyambut santri baru bukanlah berarti bahwa santri lama boleh tidak
mengikuti acara ini. Kamipun selaku santri lama harus mengikuti acara ini juga.
Ini adalah khutbatul arsy-ku yang ketiga, karena ini udah tahun ketiga
bagiku belajar di Pondok Pesantren Darunnajah.
Darunnajah juga Pesantren yang
banyak memiliki kerjasama dengan negeri-negeri luar bagi santrinya yang
berprestasi, seperti Arab Saudi, Yaman, Jordania, Inggris, Jepang, dan masih
banyak lagi. Oleh karenanya, banyaknya peluang untuk belajar di luar negeri
sering menjadi alasan utama bagi wali-wali santri untuk ‘menitipkan’ anaknya di
Darunnajah.
Diantara isi daripada khutbatul arsy
dihari ketiga adalah mendengarkan sambutan dari santriwan-santriwati
berprestasi. Salah satu dari mereka yang berprestasi adalah santriwan dan
santriwati yang terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar di luar
negeri. Dengan kata lain, mereka diberikan kesempatan untuk berpidato di
hadapan seluruh santriwan-wantriwati guna menceritakan pengalaman mereka
sebagai motivasi bagi yang lain untuk menjadi lebih baik.
Qadrina Sufi, santriwati kelas 2
Aliyah, merupakan salah satu santriwati yang mendapatkan kesempatan untuk
menceritakan pengalamannya di Jepang. Dia merupakan delegasi dari Jakarta
Selatan untuk misi pertukaran pelajar selama dua minggu yang dinaungi oleh
lembaga JENESYS.
Teringat jelas bagiku bagaimana dia menceritakan pengalamanya yang
sangat inspiratif, karena kebetulan pada saat itu saya mendapatkan bangku di
tribun atas. Saat itu saya duduk disebelah teman sekamar saya, Araditya Pradana
namanya. Sembari mendengarkan cerita yang sedang diutarakan oleh saudari Qadrina
Sufi, saya berkata kepada Aradit “Dit, liat nih tahun depan, bakalan ane yang
berdiri disana dan memberikan kisah motivasi kepada seluruh santriwan dan
santriwati”, lalu Aradit hanya membalas “iyee van, terserah ente aja dah”
dengan nada agak sedikit tidak percaya. Jujur saja, sebenarnya sayapun tidak
tahu juga bagaimana merealisasikan kata-kata yang baru saja saya ungkapkan,
yang jelas apa yang dilakukan oleh Qadrina Sufi sangat menginspirasi bagiku.
Satu tahun berlalu dan kini saya adalah santriwan kelas 1 Sma
(masih di Darunnajah). Suatu hari angkatan saya telah mengadakan sebuah
panggung gembira atau kalau anak luar pondok lebih akrab dengan sebutan pentas
seni (pensi). Pada acara tersebut, saya diberi amanah untuk menjadi koordinator
divisi acara atau dengan kata lain jalannya acara beserta segala kegiatannya
berada dalam tanggung jawab saya selain ketua. Setelah acara tersebut selesai
jam sebelas malam, kamipun segera berberes dan kamipun berhasil membereskan
semuanya pada jam dua dini hari.
Di pagi harinya sebagaimana rutinitas kami, saya dan seluruh
panitia berangkat kesekolah dengan kedaaan yang masih sangat mengantuk.
Sehingga apa yang terjadi di kelas adalah ketika ada guru yang tidak hadir,
kami gunakan waktu tersebut untuk tidur dan begitupula jika ada guru yang
sangat bosan dalam menerangkan pelajarannya. Disaat saya tertidur pulas di
dalam kelas, datanglah seorang guru dengan membawa pengumuman “kepada saudara
Vanny El Rahman dan Ahmad Zaki, diharapkan kehadirannya di baitul waqif sekrang juga”. Sontak seluruh teman-temanku
langsung membangunkanku dengan sedikit cemas, pasalnya hanya ada dua tipe
santri yang dipanggil ke tempat tersebut yaitu mereka yang berprestasti atau
mereka yang bermasalah dan tentunya bukan masalah yang biasa. Perlu diketahui
bahwa baitul waqif ini merupakan
istilah untuk kantornya pimpinan pondok.
Tentu hal yang pertama kali saya lakukan adalah bangun sambil
merapikan pakaian dan langsung menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Sembari
jalan dengan perasaan yang agak deg-degan saya mencoba untuk terus berpikir
“kesalahan apa yang telah saya lakukan?” karna dalam hatiku tidak pernah
terbesit sedetikpun bahwa aku adalah santri berprestasi, sehingga aku hanya
berpikir bahwa aku telah melakukan suatu kesalahan yang tidak biasa. Ditengah
perjalanan saya bertemu dengan seorang guru bernama pak Iza, sambil berpapasan
ia bertanya “Zaki mana?”, aku menjawab “dia sakit pak dikamar”, “ooh yaudah
ente jangan mengecewakan ya” dibalasnya kata-kataku. Tambah lagi kata-kata
tersebut membuat aku menjadi semakin was-was, ditambah pula Zaki yang sedang
sakit sehingga hanya aku sendiri yang harus datang kesana. Akhirnya aku
menyimpulkan, bahwa dipanggilnya aku karena adanya suatu kesalahan yang terjadi
tadi malam saat panggung gembira dan aku merupakan salah satu panitia yang
memiliki tanggung jawab di acara tersebut.
Setibanya di baitul waqif, aku langsung disambut oleh ibu
Rizma Ilfi, beliau adalah istri dari pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah
sekaligus guru Grammar saya. “ooh kamu toh namanya Vanny El Rahman” ucapnya
sambil menyambut kedatanganku, “iyaa bu” aku membalas sambil tersenyum, beliau
kembali bertanya “Zaki mana?”, spontan aku menjawab “wahh Zaki sakit bu”,
“oalah.. yaudah kamu sini duduk dulu distu” jawabnya. Suasana baitul waqif
yang sepi menambah perasaan hatiku semakin gelisah dan was-was. Sambil aku
mengambil kursi dan duduk dihadapannya beliau berkata “itu ada kertas, kamu
tulis nama lengkap, tempat tanggal lahir, nama orang tua sama pekerjaannya,
tahun masuk dan kelas berapa sekrang”, aku pun langsung menuruti apa yang ia
katakan dan sambil menulis aku masih terus berpikir “atas tanggung jawab apa
aku harus dipangil ketempat ini”. Sambil saya menulis, beliau sudah mulai
membuka omongan “jadi kamu saya panggil kesini karena kamu sudah terpilih untuk
menjadi delegasi Jakarta Selatan untuk program pertukaran pelajar ke Jepang
JENESYS, jadi selamat yaa”, tentu responku kaget, senang, tapi tidak percaya
juga “Alhamdulillah, tapi kok bisa bu?” jawabku, “jadi tadi udah ada seleksi
berkas oleh guru-guru, pertama kami memprioritaskan mereka yang belajar disini
lebih dari tiga tahun, terus kita cari mereka yang selalu masuk dalam lima
besar, dan kami mencari mereka yang aktif dalam berbagai kegiatan, serta mereka
yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama di Darunnajah, dan akhirnya
untuk putra jatuh kepada dua nama yaitu kamu dan Zaki, tadinya saya mau
nyelekesi antara kamu berdua tapi berhubung Zakinya tidak bisa hadir dan saya
harus mengapply berkasnya sekarang, yasudah ini berarti rezeki kamu”
jelasnya panjang lebar kepadaku.
Singkat cerita, sekembalinya saya dari program pertukaran pelajar
di negeri sakura, saya diberikan waktu liburan selama dua hari sebelum saya
diharuskan kembali ke Pondok Pesantren. Waktu keberangkatan saya adalah ketika
liburan Darunnajah sedang berlangsung, sehingga sekembalinya saya adalah ketika
santriwan dan santriwati baru datang. Satu hari sebelum khutbatul arsy
berlangsung saya dipanggil oleh ibu Rizma Ilfi. Dipaggilnya saya ternyata
beliau meminta kepada saya untuk memberikan cerita pengalaman saya selama di
negeri matahari terbit sebagai motivasi bagi santri-santri lainnya. Spontan hal
pertama yang saya ingat adalah ungkapan yang pernah saya ucapkan kepada teman
saya, Araditya Pradana, dua tahun yang lalu kini menjadi nyata.
Saat hari itu, MC memanggil “Dimohon kepada saudara Vanny El Rahman
untuk maju ke podium dan memberikan pesan dan kesannya bagi santriwan dan
santriwati Pondok Pesantren Darunnajah sebagai delegasi dari Jakarta Selatan
yang telah menjalani program pertukaran pelajar ke Jepang JENESYS”.
Dan daripada isi sambutan saya adalah..........
“Assalammualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.....
Sebuah kehormatan bagi saya untuk memberikan sambutan ini di depan
guru-guru dan pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah beserta santriwan dan
santriwati. Teringat dua tahun yang lalu ketika saya masih duduk di tribun
diatas sana (sambil menunjuk) sambil menyimak sambutan ka Qadrina Sufi, saya
berbicara kepada teman sekamar saya, Araditya Pradana namanya, ‘liat nih dit
tahun depan bakalan ane yang memberikan sambutan di depan sana’, disaat saya
mengatakan hal tersebut, saya sama sekali tidak tahu-menahu hal apa yang harus
saya lakukan untuk bisa berdiri disini. Akan tetapi, satuhal yang selalu saya
ingat adalah ungkapan dari seorang guru dikelas bahwa ‘setiap perkataan adalah
doa’ setidaknya itulah muqoddimah awal saya untuk mewujudkan ungkapan saya yang
pernah saya ucapkan. Dan lagi-lagi itu semua adalah rahasia Allah yang telah
memberikan izin kepada saya untuk dapat memberikan sambutan disini dengan
posisi yang sama dan dengan tempat yang sama serta pada program yang sama
dengan saudari Qadrina Sufi. Berangkat dari sebuah perkataan yang tidak lain
adalah doa, akhirnya saya tiba ditempat ini dimana kata-kata yang pernah saya
ungkapkan menjadi hal yang nyata.
Wassalammualaikum Warahmatullah wabarakaatuh”
#Sebuah kisah nyata......... Semoga menginspirasi dan bermanfaaat.