test

Kamis, 05 Maret 2015

Setiap Ungkapan dari Lisanmu adalah Doamu

Setiap Pekataan Adalah Doa
Sebuah kisah nyata inspiratif
Cerita ini diawali ketika saya menduduki kelas 3 Mts di sebuah Pondok Pesantren di tengah Jakarta, orangpun pasti tidak akan asing dengan nama Darunnajah, ya itulah Pondok Pesanren saya.
Terletak di pusat kota, tidaklah berarti kami selaku santri dari Pondok Pesantren kehilangan nilai-nilai spiritual. Layaknya seperti Pesantren-pesantren yang ada di tanah Jawa, kegiatan kami bersekolah, mengkaji berbagai kitab, pengajian, wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris, yaa sama seperti kegiatan Pesantren-pesantren yang lain.
Khutbatul Arsy adalah sebuah kegiatan akbar tahunan di Darunnajah untuk menyambut datangnya santriwan-santriwati baru. Isi daripada acara ini adalah kami mendengarkan pidato dari pendiri dan pimpinan Pondok Pesantren tentang riwayat Darunnajah, apa saja kegiatannnya, dan bagaimana sistem pendidikannya. Acara tersebut berlangsung selama tiga hari. Satu hal yang harus diketahui adalah Darunnajah merupakan Pondok Pesantren yang menerima laki-laki dan perempuan untuk ‘nyantren’ disini, akan tetapi kami memiliki keseharian yang sangat terpisah dan berbeda, termasuk yang laki-laki tidak sekelas dengan perempuan dan kamipun tidak melakukan kegiatan bersama-sama. Salah satu alasan daripada khutbatul arsy ini dikatakan acara akbar (paling besar) karena dalam acara ini santri putra dan putri dikumpulkan dalam satu tempat dan hanya dipisahkan oleh sebuah hijab, kamipun sama-sama mendengarkan dan menyimak pidato dari pimpinan dan lembaga-lembaga pondok terkait.
            Walaupun dikatakan bahwa acara ini untuk menyambut santri baru bukanlah berarti bahwa santri lama boleh tidak mengikuti acara ini. Kamipun selaku santri lama harus mengikuti acara ini juga. Ini adalah khutbatul arsy-ku yang ketiga, karena ini udah tahun ketiga bagiku belajar di Pondok Pesantren Darunnajah.
            Darunnajah juga Pesantren yang banyak memiliki kerjasama dengan negeri-negeri luar bagi santrinya yang berprestasi, seperti Arab Saudi, Yaman, Jordania, Inggris, Jepang, dan masih banyak lagi. Oleh karenanya, banyaknya peluang untuk belajar di luar negeri sering menjadi alasan utama bagi wali-wali santri untuk ‘menitipkan’ anaknya di Darunnajah.
            Diantara isi daripada khutbatul arsy dihari ketiga adalah mendengarkan sambutan dari santriwan-santriwati berprestasi. Salah satu dari mereka yang berprestasi adalah santriwan dan santriwati yang terpilih untuk mengikuti program pertukaran pelajar di luar negeri. Dengan kata lain, mereka diberikan kesempatan untuk berpidato di hadapan seluruh santriwan-wantriwati guna menceritakan pengalaman mereka sebagai motivasi bagi yang lain untuk menjadi lebih baik.
            Qadrina Sufi, santriwati kelas 2 Aliyah, merupakan salah satu santriwati yang mendapatkan kesempatan untuk menceritakan pengalamannya di Jepang. Dia merupakan delegasi dari Jakarta Selatan untuk misi pertukaran pelajar selama dua minggu yang dinaungi oleh lembaga JENESYS.
Teringat jelas bagiku bagaimana dia menceritakan pengalamanya yang sangat inspiratif, karena kebetulan pada saat itu saya mendapatkan bangku di tribun atas. Saat itu saya duduk disebelah teman sekamar saya, Araditya Pradana namanya. Sembari mendengarkan cerita yang sedang diutarakan oleh saudari Qadrina Sufi, saya berkata kepada Aradit “Dit, liat nih tahun depan, bakalan ane yang berdiri disana dan memberikan kisah motivasi kepada seluruh santriwan dan santriwati”, lalu Aradit hanya membalas “iyee van, terserah ente aja dah” dengan nada agak sedikit tidak percaya. Jujur saja, sebenarnya sayapun tidak tahu juga bagaimana merealisasikan kata-kata yang baru saja saya ungkapkan, yang jelas apa yang dilakukan oleh Qadrina Sufi sangat menginspirasi bagiku.
Satu tahun berlalu dan kini saya adalah santriwan kelas 1 Sma (masih di Darunnajah). Suatu hari angkatan saya telah mengadakan sebuah panggung gembira atau kalau anak luar pondok lebih akrab dengan sebutan pentas seni (pensi). Pada acara tersebut, saya diberi amanah untuk menjadi koordinator divisi acara atau dengan kata lain jalannya acara beserta segala kegiatannya berada dalam tanggung jawab saya selain ketua. Setelah acara tersebut selesai jam sebelas malam, kamipun segera berberes dan kamipun berhasil membereskan semuanya pada jam dua dini hari.
Di pagi harinya sebagaimana rutinitas kami, saya dan seluruh panitia berangkat kesekolah dengan kedaaan yang masih sangat mengantuk. Sehingga apa yang terjadi di kelas adalah ketika ada guru yang tidak hadir, kami gunakan waktu tersebut untuk tidur dan begitupula jika ada guru yang sangat bosan dalam menerangkan pelajarannya. Disaat saya tertidur pulas di dalam kelas, datanglah seorang guru dengan membawa pengumuman “kepada saudara Vanny El Rahman dan Ahmad Zaki, diharapkan kehadirannya di baitul waqif  sekrang juga”. Sontak seluruh teman-temanku langsung membangunkanku dengan sedikit cemas, pasalnya hanya ada dua tipe santri yang dipanggil ke tempat tersebut yaitu mereka yang berprestasti atau mereka yang bermasalah dan tentunya bukan masalah yang biasa. Perlu diketahui bahwa baitul waqif  ini merupakan istilah untuk kantornya pimpinan pondok.
Tentu hal yang pertama kali saya lakukan adalah bangun sambil merapikan pakaian dan langsung menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Sembari jalan dengan perasaan yang agak deg-degan saya mencoba untuk terus berpikir “kesalahan apa yang telah saya lakukan?” karna dalam hatiku tidak pernah terbesit sedetikpun bahwa aku adalah santri berprestasi, sehingga aku hanya berpikir bahwa aku telah melakukan suatu kesalahan yang tidak biasa. Ditengah perjalanan saya bertemu dengan seorang guru bernama pak Iza, sambil berpapasan ia bertanya “Zaki mana?”, aku menjawab “dia sakit pak dikamar”, “ooh yaudah ente jangan mengecewakan ya” dibalasnya kata-kataku. Tambah lagi kata-kata tersebut membuat aku menjadi semakin was-was, ditambah pula Zaki yang sedang sakit sehingga hanya aku sendiri yang harus datang kesana. Akhirnya aku menyimpulkan, bahwa dipanggilnya aku karena adanya suatu kesalahan yang terjadi tadi malam saat panggung gembira dan aku merupakan salah satu panitia yang memiliki tanggung jawab di acara tersebut.
Setibanya di baitul waqif, aku langsung disambut oleh ibu Rizma Ilfi, beliau adalah istri dari pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah sekaligus guru Grammar saya. “ooh kamu toh namanya Vanny El Rahman” ucapnya sambil menyambut kedatanganku, “iyaa bu” aku membalas sambil tersenyum, beliau kembali bertanya “Zaki mana?”, spontan aku menjawab “wahh Zaki sakit bu”, “oalah.. yaudah kamu sini duduk dulu distu” jawabnya. Suasana baitul waqif yang sepi menambah perasaan hatiku semakin gelisah dan was-was. Sambil aku mengambil kursi dan duduk dihadapannya beliau berkata “itu ada kertas, kamu tulis nama lengkap, tempat tanggal lahir, nama orang tua sama pekerjaannya, tahun masuk dan kelas berapa sekrang”, aku pun langsung menuruti apa yang ia katakan dan sambil menulis aku masih terus berpikir “atas tanggung jawab apa aku harus dipangil ketempat ini”. Sambil saya menulis, beliau sudah mulai membuka omongan “jadi kamu saya panggil kesini karena kamu sudah terpilih untuk menjadi delegasi Jakarta Selatan untuk program pertukaran pelajar ke Jepang JENESYS, jadi selamat yaa”, tentu responku kaget, senang, tapi tidak percaya juga “Alhamdulillah, tapi kok bisa bu?” jawabku, “jadi tadi udah ada seleksi berkas oleh guru-guru, pertama kami memprioritaskan mereka yang belajar disini lebih dari tiga tahun, terus kita cari mereka yang selalu masuk dalam lima besar, dan kami mencari mereka yang aktif dalam berbagai kegiatan, serta mereka yang tidak pernah melakukan pelanggaran selama di Darunnajah, dan akhirnya untuk putra jatuh kepada dua nama yaitu kamu dan Zaki, tadinya saya mau nyelekesi antara kamu berdua tapi berhubung Zakinya tidak bisa hadir dan saya harus mengapply berkasnya sekarang, yasudah ini berarti rezeki kamu” jelasnya panjang lebar kepadaku.       
Singkat cerita, sekembalinya saya dari program pertukaran pelajar di negeri sakura, saya diberikan waktu liburan selama dua hari sebelum saya diharuskan kembali ke Pondok Pesantren. Waktu keberangkatan saya adalah ketika liburan Darunnajah sedang berlangsung, sehingga sekembalinya saya adalah ketika santriwan dan santriwati baru datang. Satu hari sebelum khutbatul arsy berlangsung saya dipanggil oleh ibu Rizma Ilfi. Dipaggilnya saya ternyata beliau meminta kepada saya untuk memberikan cerita pengalaman saya selama di negeri matahari terbit sebagai motivasi bagi santri-santri lainnya. Spontan hal pertama yang saya ingat adalah ungkapan yang pernah saya ucapkan kepada teman saya, Araditya Pradana, dua tahun yang lalu kini menjadi nyata.
Saat hari itu, MC memanggil “Dimohon kepada saudara Vanny El Rahman untuk maju ke podium dan memberikan pesan dan kesannya bagi santriwan dan santriwati Pondok Pesantren Darunnajah sebagai delegasi dari Jakarta Selatan yang telah menjalani program pertukaran pelajar ke Jepang JENESYS”.
Dan daripada isi sambutan saya adalah..........
“Assalammualaikum warahmatullahi wabarakaatuh.....
Sebuah kehormatan bagi saya untuk memberikan sambutan ini di depan guru-guru dan pimpinan Pondok Pesantren Darunnajah beserta santriwan dan santriwati. Teringat dua tahun yang lalu ketika saya masih duduk di tribun diatas sana (sambil menunjuk) sambil menyimak sambutan ka Qadrina Sufi, saya berbicara kepada teman sekamar saya, Araditya Pradana namanya, ‘liat nih dit tahun depan bakalan ane yang memberikan sambutan di depan sana’, disaat saya mengatakan hal tersebut, saya sama sekali tidak tahu-menahu hal apa yang harus saya lakukan untuk bisa berdiri disini. Akan tetapi, satuhal yang selalu saya ingat adalah ungkapan dari seorang guru dikelas bahwa ‘setiap perkataan adalah doa’ setidaknya itulah muqoddimah awal saya untuk mewujudkan ungkapan saya yang pernah saya ucapkan. Dan lagi-lagi itu semua adalah rahasia Allah yang telah memberikan izin kepada saya untuk dapat memberikan sambutan disini dengan posisi yang sama dan dengan tempat yang sama serta pada program yang sama dengan saudari Qadrina Sufi. Berangkat dari sebuah perkataan yang tidak lain adalah doa, akhirnya saya tiba ditempat ini dimana kata-kata yang pernah saya ungkapkan menjadi hal yang nyata.
Wassalammualaikum Warahmatullah wabarakaatuh”

#Sebuah kisah nyata......... Semoga menginspirasi dan bermanfaaat.